"Adinda, tolong persiapkan perlengkapan tempurku... Kakang akan berangkat ke Havana siang ini.." Panglima ThanThan memulai percakapan dengan istrinya selepas makan sahur pagi ini.
"Ke Havana lagi Kakang, apa tidak ada yang lain? Kakang baru saja kembali tempo hari". Ujar Gayatri merajuk manja.
"Atas nama kerajaan Adinda, Kakang hanya mencoba memberikan yang terbaik untuk kerajaan kita tercinta." Jawab Panglima ThanThan sambil mengecup mesra kening Gayatri.
Pasangan yang baru menikah sekitar empat pekan lalu, ketika peperangan antar benua mulai menggaung di seantero Clarencia. Panglima ThanThan adalah salah satu prajurit setia tangan kanan Pangeran Gheget. Kemampuan memainkan dua pedang kembar di tangan kanan dan kirinya tiada tandingan di seluruh Clarencia. Maka dengan cepat karirnya melesat menjadi panglima kepercayaan Pangeran Gheget.
Lepas dia diangkat menjadi Panglima, ia menunaikan ikrarnya untuk menikahi Gayatri teman permainan dia sejak kecil yang sudah membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama. Di bangunnya lah sebuah pondok mungil diselatan Clarencia dengan pagar kayu berwarna coklat oak. Kolam kecil dihalaman depan yang ditebarnya dua ekor ikan mas. Serta kebun sayur mayur di halaman belakang. Gayatri senang sekali bercocok tanam. Selepas petang pulang dari istana Panglima ThanThan selalu menemani Gayatri menyiram tanamanya atau sesekali menyiangi gulma yang tumbuh disekitarnya.
Berangkat Ke Havana
"Kakanda berangkat dulu.... jaga rumah baik-baik Adinda..".
"Hati-hati Kakang.. jangan lupa berbuka dengan bekal yang sudah Adinda buatkan ... dan pulanglah dengan selamat..." Gayatri mencium tangan Panglima ThanThan sambil membetulkan letak sarung pedang yang menyilang dibelakang punggung. Mulutnya tercekat tak mampu bersuara dan matanya sayu sembab menatap panglima ThanThan.
"Jangan sedih gitu dong, Nah senyum agar si kecil didalam sini juga bahagia." Pangeran ThanThan menggoda Gayatri sambil mengelus bagian perut Gayatri"
"Pulanglah dengan selamat, nanti Adinda akan buatkan masakan kesukaan Kakang untuk berbuka." Ujar Gayatri lirih melepaskan kepergian Panglima ThanThan.
Derap 200.000 pasukan infantri yang dipimpin Panglima ThanThan bergerak ke arah tenggara menuju ujung Havana. Mereka mendapat tugas untuk mengontrol dan menjaga pembangunan benteng didepan gerbang Kerajaan Zinga. Cuaca yang cukup terik tidak menyurutkan semangat mereka yang melaju dengan semangat membara untuk kejayaan kerajaan.
Saat magrib tiba mereka sudah 3/4 perjalanan menuju gerbang kerajaan. Panglima ThanThan meminta pasukannya berhenti sejenak, untuk membiarkan yang muslim berbuka puasa dan melepas lelah. Dia sendiri mengambil posisi duduk di bawah pohon Cypress. Dibukanya bekal yang sudah dibuatkan Gayatri dan disantapnya dengan lahap.
Selepas Isya pasukan berangkat kembali menuju tujuannya, sebelumnya kurir pasukan sudah mengirimkan kabar lokasi mereka dengan burung merpati ke Istana Kerege. Sepucuk surat juga diselipkan untuk Gayatri.
Pagi Di Clarence
Gayatri tersenyum bahagia ketika kurir istana mengirim sepucuk surat yang diselipkan Panglima ThanThan pada surat untuk istana. Segera ia bergegas ke dalam rumah, duduk di kursi rotan dan dibaca lembaran lontar yang diterimanya.
"Selamat Pagi Adinda, bagaimana tidurnya nyenyak malam tadi... saat surat ini sampai mungkin kakanda sudah sampai ditujuan dan akan mulai bertugas.
Jaga selalu kesehatanmu dan adik bayi dalam kandungan mu ya....
Salam penuh cinta dari 1000 mile gurun pasir Havana...
Kakanda sekarang pamit dulu ... panggilan tugas sudah tiba..
sampai nanti kita berjumpa kembali.."
Gayatri melipat lontar yang diterimanya, alih-alih bahagia entah kenapa hatinya berdegup kencang, ada firasat yang membuatnya tidak nyaman. Digenggam erat lontar yang baru saja ia baca, dan coba dirasakan aura hangat tulisan suaminya tercinta namun yang ada hatinya kian bergemuruh. Segera ia masuk kedalam rumah, menunaikan Sholat Dhuha dan mengirim seuntai doa untuk suami tercinta untuk mencoba meredakan gemuruh dalam hatinya.
Kabar Dari Havana
Siang itu di istana Kerege tersiar kabar berita, bahwa pasukan patroli yang sedang bertugas di menara tenggara dekat Zinga mengalami serbuan dahsyat dari pasukan yang dipimpin Jendral Atlas dan 500.000 pasukan Jannisary Zinga. Menara pengawas yang belum selesai itu dibumi hanguskan dan dibuat rata dengan tanah. Prajurit yang bertugas disana banyak yang mati berkalang tanah, terkubur bersama puing-puing reruntuhan. Beberapa konon berhasil mundur perlahan namun juga dikejar oleh pasukan Atlas.
Kabar segera tersiar ke seantero Clarencia, Gayatri terhenyak mendengarnya. Pikirannya melayang dan raganya nyaris tak mampu menopang diri hampir terjatuh, beruntung ia masih dapat menggapai ujung pintu. Air mata mengalir deras melalui rona merah dipipinya.
Adiknya yang kebetulan sedang berkunjung mendengar kakaknya menjerit keluar dari dapur dan memapah Gayatri.
"Kenapa kak...?"
"Kakang Than...., passs..ukkk..annnya..."
Tangis kembali tumpah dari mata mungilnya.
"Sabar kak... kita berdo'a semoga kakanda ThanThan selamat.. beliau prajurit tangguh", ujar adiknya.
Dipapah kakakny menuju kamar dan diminta istirahat.
"Kakak istirahat dulu, saya akan mencari kabar kondisi terbaru.." Ujarnya.
Sore kabar dari Havana memastikan ratusan ribu prajurit yang sedang berjaga dan mengawasi pembangunan menara dipastikan sudah gugur dalam sergapan Zinga pagi-pagi buta kemarin. Seluruh keluarga prajurit yang meninggal diberi kabar dan ucapan belasungkawa serta diadakan pemakaman masal dan do'a bersama.
Pangeran Gheget menghampiri Gayatri dan mengucapkan sepatah-dua patah kata ucapan duka serta menenangkan Gayatri. Ia lalu memberikan sebuah kotak berwarna keperakan yang sedikit hangus diujung-ujungnya. Gayatri segera mengenali kotak itu adalah punya suaminya. ada inisial G&T di atasnya. Hanya dia dan suaminya yang mempunyai kunci untuk membukanya. Selalu dia bawa kuncinya kemana-mana.
Ditemani pangeran Gheget ia duduk di kursi depan istana dan segera dibuka isi kotak itu. Ada aneka benda yang merupakan kenangan mereka berdua tersimpan disitu, namun yang paling atas ada daun lontar dengan bercak merah darah diujungnya. Gayatri terisak, diambilnya itu dan segera dibaca isinya.
"Adinda.. maafkan kakanda sepertinya tidak bisa memenuhi janji untuk pulang menemui adinda. Pasukan musuh menyerbu dahsyat... sepertinya perjalanan fisik kakanda hanya sampai disini. Namun perjalanan ruh kakanda akan selalu ada menemani pasukan Kerajaan Patroli dari sini hingga ke Ocuri. Tetaplah ceria adinda dan teruskan perjuangan rakyat Kerege untuk kemerdekaan dan kemenangan kita semua."
Tangis Gayatri pecah lagi, seiring dengan tenggelamnya mentari diufuk barat Kerege. Sementara di kejauhan tenggara sana, nampak ribuan bayangan putih nampak berarak dari Havana menuju Ocuri.
0 Comments